بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“sibuk terus di kampus, tapi hasil ga memuaskan”
Entah apa sejujurnya
sayapun bingung dengan semua ini, usaha saya rasanya percuma, jiwa rajin dalam
mengerjakan semua tugas dengan hasil yang selalu baikpun rasanya sia-sia. Saya
rasa, saya mulai lelah dengan ketidak adilan ini. Tempat kuliah yang katanya
mencetak calon engineer, mustahil akan menciptakan engineer masa depan dengan
jiwa hebat, cara pembelajaran dalam perkuliahan saja tidak memandang proses
belajar. Rasanya apa yang diajarkan dosen itu semua bullshit dan cuma ilmu
dengan segudang teori saja tanpa praktek nyata yang jelas. Walaupun tak jarang
saya berfikir positif untuk semua, akan tetapi tetap saja tidak ada perubahan.
Lihat saja di tempat saya berkuliah, dosen yang mengajar bidang teknik yang katanya ilmu tersebut untuk melatih kami menjadi calon engineer hebat itu
percuma jika mahasiswa tidak bisa memilih. Jika saya lihat, mereka memberikan
teori misalkan tentang pengolahan kelas yang baik, tapi nyatanya saat di kelas,
saya lihat beliau tidak bisa mengolah kelas, saat perkuliahan ada yang malah asik
dengan tugas yang lain, tidur, ngobrol, dll. Bukan kami tidak menghargai beliau
sebagai dosen, dan bukan juga kami bersifat kekanak-kanakan, tapi nyatanya
begitulah keadaan kelas, beliau memberikan kami hanya teori saja, suara beliau
saat pengajaranpun bagaikan peri penghantar tidur. Saya akan memaklumi beliau
yang sudah tua dan dengan fisik yang tidak memungkinkan. Tapi sepertinya bukan
hanya dosen yang sudah tua akan pengalaman saja, namun dosen muda pun banyak
yang seperti itu dalam pengajaran mereka. Saya fikir prinsip mereka karena kami
mahasiswa sudah bisa mandiri, sehingga ketika mendekati ujian mereka hanya
memberikan ppt untuk kami pelajari tanpa tahu bahwa kami tidak mengerti akan
isinya, meminta kami mempunyai buku untuk di baca sendiri dan beliau semua
hanya beranggapan “yang penting saya mengajar dan sudah memberikan pengajaran,
jika mahasiswa tidak memperhatikan itu tanggung sendiri resikonya”, seperti
itulah bahasa kasarnya. Namun bukankah umur yang sudah tua dan pengalamanpun
sudah berlimpah membuat mereka harusnya semakin lebih baik dalam pengajaran?
Tidakkah mereka memikirkan apakah ilmu yang mereka sampaikan dapat kami terima?
Tidakkah mereka berfikir kami sulit mengkritisi karena memang kami bingung apa
yang harus kami kritisi dalam materi perkuliahan? Berbeda jika dosen yang
benar-banar mengajar kami dengan ikhlas dan sabar, mungkin cara pengajaran dari
diri seseorang tergantung jiwa dan niat meraka saya rasa. Kenapa? Ada juga
dosen yang memang benar-benar membuat kami bangga dan kami merasakan manfaat
dari pembelajaran beliau, ilmu yang sulit diterima nalar terasa mudah dan
menyenangkan, walaupun beliau sudah rentan dan sakit-sakitan tapi disiplin dan
cara belajar yang menyenangkan adalah kebanggaan tersendiri bagi kami dan tidak
hanya dosen yang tua saja, dosen mudapun ada yang elok dalam pengajaran namun
dosen-dosen ini hanya sedikit yang dapat saya temui. Saya akan merasa bangga,
walaupun nilai saya hancur namun saya paham akan ilmu yang diberikan walaupun
terkadang harus mendengarkan setiap pukulan tajam dari orang tua dari hasil
kejujuran. Akan tetapi saya akan merasa sia-sia dengan nilai bagus namun saya
tidak memahami pembelajaran dan saya akan terhina jika usaha saya terkadang
tidak dihargai.
Dosen juga manusia, mereka sering khilaf dan salah, dalam
penilaian pun mereka hanya random, mungkin tangtingtung tergantung mood beliau.
Lihat saja, rata-rata dosen hanya melihat hasil akhir tanpa melihat proses. Woiiiii !!!! katanya kampus pencetak pemimpin masa depan, para calon engineer.
“sebagai engineer kita harus melihat input-proses-output,” kalimat itu hanyalah
sekedar teori kawan, ini yang saya dapatkan ketika pembelajaran, namun
nyatanya, saya akan ambil satu contoh dalam hal praktikum, teman saya yang
jarang sekali membantu dalam praktikum kini bisa bersantai ria dengan nilai nya
yang istimewa, namun saya dan teman-teman lain yang begitu sabar dan luar
biasanya menjalani setiap langkah dalam proses praktikum hanya mendapatkan
nilai akhir yang gak memuaskan. Ini nyata kawan! Itu hanya contoh kecil dalam hal
praktikum. Saat kuliah dengan mata kuliah yang berkaitan dengan praktikum
tersebut, kami yang mendapatkan nilai buruk dapat menjawab dengan mudah yang
ditanyakan dosen, namun mereka yang mendapatkan nilai istimewa nihil dalam
menjawab. Mungkin ini harus dikaji dalam proses pembelajaran, bahwa tidak semua
kemampuan dapat dinilai dengan goresan angka saja, lihatlah dalam proses bukan
hanya hasil akhir.
Di bangku perkuliahan yang saya rasakan itu sangat kronis,
saya akui seharusnya kami bisa mandiri dalam pembelajaran, namun untuk apa ada
seorang dosen jika kami harus mandiri dalam pembelajaran tanpa arahan dari
mereka. Mungkin harusnya kami mahasiswa belajar dahulu, kemudian dosen sebagai
fasilitator kami, tapi bagaimana bisa menjadi fasilitator jika dalam proses
pengajaran saja terkadang kami tidak mengerti apa yang beliau ajarkan, beliau
saja hanya terpaku dengan power point. Terkadangpun kami masih sulit mencerna
setiap jawaban dosen, mungkin kami lemot dalam berfikir dan hanya mau
dimanjakan saja. Tapi mungkinkah seperti itu? Tidakkah bapak/ibu dosen mencotoh
teman bapak/ibu yang mahir dalam mengajar kami? Kami juga butuh untuk dididik
dan diajarkan dengan bimbingan bapak/ibu dosen. Dan kami merasa ketidak adilan
jika bapak/ibu dosen hanya melihat hasil akhir saja dalam perkuliahan ini.
Terkadang, para dosen memberikan nilai istimewa karena beliau mengenal
mahasiswa tersebut dengan baik dan atau mahasiswa tersebut memberikan sesuguhan
yang nikmat untuk keluarga bapak/ibu dosen. Jika ada seorang dimata dosen
sekali saja bersikap baik, maka beliaupun akan memberikan point plus untuk
mereka. Namun jika ada mahasiswa dengan sikap kurang baik karena ada alasan
tertentu tetap saja di mata dosen akan buruk. Entahlah ini hanya apa yang saya
rasakan di bangku perkuliahan yang semakin lama tidak memandang proses dan
hanya melihat hasil akhir yang terkadang dihasil akhir tersebut tersembunyi
kecurangan-kecurangan tersendiri. Satu lagi, kami sebagai mahasiswa/i di era
modern ini, ada beberapa tokoh yang menganggap remeh setiap pergerakan kami,
mereka hanya menganggap kami tidak lebih seperti bayi, mereka beranggapan
pergerakan kami tidak lebih seperti aksi ikut-ikutan.
Padahal kami ini pemuda/i
terpilih power of country, semoga. Sekian, mohon maaf jika ada yang merasa
tersinggung atas tulisan yang kurang struktural diatas, bukan saya tidak bangga
dengan almamater, saya sangat bangga tapi lihatlah tenaga pengajarnya, lebih
baik menangis untuk kebaikan dari pada tersenyum diatas kejahatan. Ini hanya
isi hati dari seorang mahasiswi yang katanya “di cetak” sebagai calon engineer
di kampus membangun pemimpin masa depan.Sekali lagi Proses tidak pentingkah bagi Dosen ? Terima kasih pak/bu.